Senin, 11 April 2011

Kenangan yang terbuang (Badirian, Markonah, Setum, Pabrik Gula)

Usiaku 12 kala itu.. saat angkot Kuning beringsut seperti malas menuju Majalengka (Terminal Cigasong). Tentu saja aku mengerti, sang pengemudi tidak ingin angkot ini berisi diriku saja. Oh, aku lupa, seorang kakek dengan bakul berisi sayuran pulang dari pasar kadipaten, yang sudah lebih dulu duduk di pojok jendela.
Maaf, tidak terbiasa menganggap angkatan tua sebagai saingan, jadi tidak kuhitung. Angkot, di usiaku 12, masih ramah. Tidak seperti hari ini; menyalip dan menelikung hingga pengendara motor, harus terkencing-kencing menginjak rem, dengan segenap upaya menghentikan laju ban agar tidak mencium bumper belakangnya (angkot goblog!).
Usiaku 12 kala itu.. aku tidak pernah menikmati perjalanan dari Kadipaten menuju Majalengka. Apalagi jika itu harus terjebak dalam deru bising knalpot angkot dan bau Topi Miring mulut sopir yang terus berteriak: Gasong… Gasong (majalengka).. Tapi semua berubah tatkala tak sengaja tatapku berhenti tepat di Sebuah Bangunan yang keliatannya sudah tua… bak meliat Seorang gadis penjaga toko Sepatu yang lagi Ngepel, yang entah kenapa menjadi candu dan memintaku untuk terus hilir mudik Kadipaten – Majalengka. Agar dia tahu, aku selalu menyiapkan mataku untuk menjenguk keluar jendela. Terutama tepat di depan Bangunan N cerobongNya. Bentuk Depannya itu, Cerobong itu, dan segala sensasi yang mendera saat angkot yang kutumpangi melaju ke arahnya. Hei, kamu seharusnya berhenti dan Masuk kedalamnya: begitu kata kawanku. Tidak bung, hatiku tidak mengijinkan demikian. Aku hanya ingin menatapnya dari balik kaca angkot sambil berharap Agar dia masuk dalam Hati N kalbuku dan mataku ini yang terjerat oleh pesonanya. Berharap ia menyadari bahwa ada hati yang ketar-ketir ketika angkot ini akan lewat di depan Gerbangnya ( PG. RAJAWALI). Aku bahkan tidak ingin sengaja turun dari kendaraan, lalu memandangnya lama-lama tanpa harus tau dalamnya. Tidak kawan, angkot yang melaju, tatapan yang kulayangkan dalam-dalam meski sekilas itu, emosiku yang meluap jika ada yang menghalangi pandanganku, dan perasaan nelangsa jika sosoknya tidak lagi kulihat di sana, semuanya menyatu dan menjadi nuansa yang ingin terus kuulangi. lagi dan lagi.
Usiaku 12 kala itu.. dan beberapa tahun berlalu, aku tidak ingat kapan terakhir kali angkot kuning membawaku menuju dirinya. Aku hanya tau keadaan telah berubah. Jalanku tak lagi sebatas Kadipaten – Majalengka, angkot kini tidak seramah dulu. Pun wajah depan bangunan juga kuyakin tidak lagi bisa kutemui, karena pabrik gulanya itu sudah menjadi TOSERBA SURYA. Jika ada hal yang masih mengganjal di hati, itu adalah kerinduan pada nuansa dirinya (pabrik gula + Badirian). Juga masa yang seolah berlalu sia-sia. Dan kau benar kawan, seharusnya aku dulu sempat berhenti dan masuk kedalamnya. Pura-pura nanya tentang markonah ( nama tebu), atau nekad menanyakan nama bangunannya, atau bagi dunk Gulanya, sambil berkata Kamulah kebanggaan masyarakat majalengka, dengan semuanya ( badirian, Setum, tewu markonah, cerobong /hohoangan ceunah ceuk barudakmah, Kpe/ Penjaga setum atau tebu).
Usiaku 12 kala itu, kawan…Hanya tinggal Kenangan yang tidak menyisakan Bukti Adanya Bangunan Bersejarah Di kota Majalengka in

Tidak ada komentar:

Posting Komentar